Jumat, 18 Januari 2013

"Mungkin.. ini yang kamu inginkan (Part I)."

Dear, Viona:

Hai, sayang.. apa kabar?
Kamu masih sibuk? Ya sudah, tidak apa-apa.. aku dapat mengerti itu. Maaf jika aku sedikit mengganggu kesibukanmu. Aku hanya meminta waktumu sedikit, sekadar memintamu untuk membaca suratku ini.

Sayang.. apa dulu kamu masih ingat ketika kita baru berkenalan? Waktu itu, kamu menuliskan sebuah sajak pendek di Personal Messages pada Smartphone-mu, dan saat itu.. dengan sigap aku langsung bergegas membalas sajakmu itu. Dari situ, kita mulai berbalas sajak dengan sangat seru, hingga pagi, hingga kita lupa waktu, sampai pada akhirnya aku memilih menyerah untuk membalas sajakmu. Kamu masih ingat itu, sayang? Ah.. semua ingatan itu masih melekat erat di kepalaku hingga saat ini.

Setelah lelah berbalas sajak, aku mengajakmu berkenalan dan lalu kita mengobrol panjang lebar tentang kebiasaan kita. Jujur.. saat itu, aku merasa sangat nyaman denganmu. Entahlah.. mungkin ini benar-benar terlihat sangat konyol. Kita belum saling bersua, belum saling mendengar suara, namun aku benar-benar merasa nyaman denganmu. Detik itu, aku mengucap syukur kepada Tuhan, sepertinya aku menemukan seseorang yang membuatku nyaman setelah dua tahun lalu aku sendiri tanpa berpendamping. Aku merasa.. kamulah jodoh yang dititipkan oleh Tuhan kepadaku.
Tapi.. sayang sekali kita belum pernah dipertemukan, karena tingkah laku jarak yang sangat jahat. Ya, aku berada di kota Batam, dan kamu berada di kota Jakarta.
Kamu tahu, besar sekali rasa inginku mengunjungimu ke kota Jakarta, yang katanya kota macet, dan sama sekali bukan kotaku itu. Tapi.. aku ini bukanlah sosok orang yang mudah menyerah begitu saja. Aku mulai berfikir, apa yang harus kulakukan sekarang ini? Apa aku hanya akan diam begini saja? Tidak.

Alhamdulillah.. Tuhan memberiku jalan agar dapat mengunjungi kotamu itu. Aku diberi job menulis dengan bayaran yang lumayan. Ya, memang tak cukup besar bayaran yang diberikan untukku.. masih belum cukup untuk membeli tiket pesawat untuk mengunjungi kotamu. Namun tak apalah.. aku coba bersabar, mungkin saja esok hari Tuhan akan memberiku rezeki lagi agar dapat mengunjungimu.
Aku berfikir dan terus berfikir, bagaimana caranya agar aku dapat membeli tiket pesawat yang seharga Rp. 460.000 itu? Oh ya.. aku masih punya sedikit sisa uang tabungan. Detik itu juga, aku langsung bergegas pergi ke ATM, dan mengambil uang Rp. 150.000.. sisa uang tabunganku. Tak megapalah tabunganku tak lagi bersisa, yang ada di benakku.. hanya dirimu, dirimu, dan dirimu.

Kamu ingat, aku sama sekali tak memberimu kabar lewat smartphone-ku selama dua hari penuh, dan kemudian kamu mulai menanyakanku.

"Ren.. kamu ke mana sih? Kenapa gak pernah ada kabar lagi sekarang?"

Aku terkejut. Ya, aku terkejut mendapat pesan darimu.. karena baru kali itulah kamu mulai menghubungiku terlebih dahulu.

"Aku lagi sibuk, maaf ya Vi belum sempat ngasih kamu kabar," jawabku

"Ya setidaknya kamu kasih kabarlah kalau kamu sibuk. Udah dua hari ini kamu gak pernah ada kabar ke aku. Ngeselin banget!" jawabmu dengan nada yang sepertinya sangat kesal karena tak ada kabar dariku selama dua hari.

Hei.. apa kamu tahu? Aku bukan hanya senang, tapi jantungku juga berdetak kencang. Aku tak menyangka kamu semarah itu jika tak mendapat kabar dariku. Aku senang. Sangat senang. Aku semakin ingin cepat-cepat mengumpulkan uang agar dapat menemuimu.


Jumat, 16 November 2012

Tuhan.. aku sungguh mengucap syukur terima kasih kepadaMu.
Tanggal ini, adalah tanggal yang benar-benar aku tunggu. Aku langsung bersiap-siap, merapikan semua pakaianku dan kumasukkan ke dalam sebuah koper, lalu tidur lebih cepat.. tidak seperti biasanya.
Setelah hari berganti pagi, aku terbangun lebih cepat dibandingkan dengan orang rumahku. Aku sudah mandi lebih dulu, dan juga sudah sangat rapi. Rapi? Ini memang sangat konyol, aku sama sekali tidak suka.. bahkan tidak pandai berdandan rapi.

"Jakarta.. i'm coming. Hei, Viona.. aku akan segera datang."

Itulah kataku di dalam hati saat aku sudah berada di bandara dan hanya tinggal menunggu jam keberangkatan. Aku sangat senang, benar-benar lebih senang dari hari yang paling menyenangkan.

-------

Ternyata  pesawat yang kutumpangi cukup tepat waktu. Satu jam empatpuluhlima menit. Aku tiba di kotamu, kota macet, dan sama sekali bukan kotaku.

-------

Surpriseeee! Aku datang tanpa memberimu kabar sebelumnya. Kamu terkejut dengan kehadiranku di depanmu. Memang, waktu itu adalah waktu yang sangat singkat.. rasanya ingin kuberhentikan saja waktu, agar aku dapat lebih lama bertemu dan bertukar cerita denganmu. Namun sayangnya aku bukan Tuhan yang mampu berkehendak sesuai dengan kemauanNya.

Semenjak pertemuan itu, kita jarang bertemu karena jarak tempat tinggal kita jauh. Ya, aku di Jakarta Utara, dan kamu.. Jakarta Barat. Aku jadi semakin sulit menemuimu. Tapi tak apalah.. mungkin aku hanya perlu menunggu, yang terpenting.. sekarang aku sudah berada di kotamu. Sepanjang malam, aku tak henti-hentinya memikirkanmu. Terus, terus, dan terus saja memikirkanmu. Entahlah.. saat ini kepalaku sedang dipenuhi ribuan kamu di dalamnya. Ini gila? Hmm.. mungkin ini yang dikatakan cinta.



Minggu, 25 November 2012

Hari ini juga termasuk hari bahagiaku.. karena aku diberi kesempatan lagi untuk dapat bertemu denganmu. Aduhai.. aku sangat senang sekali.
Hari ini kita kembali dipertemukan, teman-temanmu mengajakku untuk ikut jalan-jalan ke sebuah tempat wisata kota Jakarta. Ancol. Ya, kalau tidak salah itu nama tempatnya. Ah, tak perlulah perihal nama tempat wisata itu. Yang terpenting.. aku dapat bertemu denganmu lagi.

Hanya butuh waktu 30 menit untuk sampai di Ancol, dan kita pun turun. Aku, kamu, dan dua orang temanmu. Sepertinya sangat tidak cocok jika kita jalan berempat begini, akhirnya kita sepakat untuk berpisah, jalan berpasangan. Aku dengan kamu, dan temanmu dengan pasangannya. Ya, begitulah kita buat kesepakatan.
Kita berjalan mengelilingi pantai Ancol itu, banyak bercanda dan bertukar cerita tentang kebiasaan buruk kita. Ternyata kita punya beberapa kesamaan; sama-sama tukang tidur, sama-sama pemalas mandi, dan masih ada beberapa lagi.
Kamu sepertinya sudah lelah untuk berjalan mengelilingi pantai bersamaku, dan akhirnya kita memilh duduk di bebatuan pinggiran pantai.

Di sinilah awal cerita kita dimulai. Kamu masih ingat? Aku berbicara serius padamu.. semacam mengutarakan perasaan.

"Aku mau jujur tentang sesuatu," kataku membuka pembicaraan.

"Jujur apa?" tanyamu dengan raut wajah penasran

"Sebenarnya.. semenjak awal aku kenal kamu waktu aku masih di Batam, waktu kita masih sering BBM-an, aku udah ngerasa nyaman sama kamu. Aku mulai suka sama kamu, cuma BBM kamu yang aku ladenin, BBM dari yang lain cuma aku jawab seadanya. Aku.. aku.. cinta kamu," ungkapku mulai serius padamu.

"Apa?! Kamu..."

"Iya.. aku cinta kamu. Mungkin ini memang bukan waktu yang tepat buat ngungkapin perasaan aku ke kamu, tapi.. aku takut buat nunggu lebih lama lagi. Aku takut nanti ada orang lain yang nyoba ngambil hati kamu," aku memotong omonganmu.

"Ren.. apa yang bikin kamu cinta sama aku? Aku ini bukan orang yang sempurna, aku cuma orang biasa, dan mungkin.. masih ada yang jauh lebih baik buat kamu daripada aku."

"Kamu memang bukan orang yang sempurna, Vi.. dan aku juga bukan orang yang sempurna. Aku gak bakalan sempurna kalau aku masih sendiri sampai sekarang. Karena itu.. aku mau kamu buat lengkapin kekurangan aku."

"Ren.. aku belum bisa jawab sekarang. Mungkin aku butuh waktu buat ngeyakinin hati aku sama kamu. Bukan karena aku gak suka sama kamu. Aku suka sama kamu.. tapi mungkin aku masih mau mengenal kamu lebih dalam lagi, supaya aku terbiasa."

"Oke.. kalau itu yang kamu mau, aku siap buat nunggu sampai kamu siap buat jawab."


Malam itu.. kita mengakhiri pembicaraan, dan aku melepaskan satu kecupan di keningmu. Kamu terkejut, wajahmu memerah. Ah, aku suka melihatmu malu-malu begitu. Ini sudah hampir pukul dua malam, dan ini pertanda aku harus lagi-lagi berpisah denganmu, dan tak tahu kapan akan bertemu lagi. Lagi-lagi, aku kesal dengan waktu yang terlalu cepat berjalan.
Akhirnya kita pulang, dan aku kembali diantarkan oleh temanmu ke tempat di mana aku menumpang berteduh selama di Jakarta.

-------

Di rumah, aku tak bisa tidur. Aku ingin menunggumu terbangun untuk sekadar mengucapkan "selamat pagi" kepadamu lebih dulu. Setelah kau terbangun, kita kembali bercakap-cakap dengan smartphone yang kita miliki. Semenit saja aku terlambat membalas pesanmu, aku gelisah. Bahkan aku sampai membawa smartphone-ku ketika sedang mandi, agar aku tak terlambat membalas pesanmu.


Kamis, 29 November 2012


Aku sudah tak sabar menunggu jawabanmu, dan akhirnya.. aku mulai memberanikan diri padamu untuk menanyakan soal jawaban atas cintaku.

"Aku boleh minta jawabannya sekarang?" tanyaku dengan nada sedikit gagu.

"Ren.. sebelum aku ngejawab, aku mau nanya sesuatu. Kamu jawab jujur, ya?"

"Tanya apa? Aku pasti bakalan jawab jujur kok."

"Apa alasan kamu mencintai aku?"

"Alasan? Jangan tanya alasan kenapa aku cinta sama kamu, karena aku cinta kamu tanpa alasan. Demi apa pun, aku cuma mau kamu jadi milik aku. Terima aku, percaya aku, aku pasti jagain kamu."

"Iya, Ren.. aku juga udah gak mau bohong lagi sama perasaan aku. Aku juga cinta sama kamu. Aku mau jadi pacar kamu. Aku siap buat terima kamu."

"Kamu serius? Berarti mulai hari ini.. kita pacaran?"

"Iya, sayang."


Tuhan.. terima kasih, Tuhan. Memang hanya diriMu yang maha memberi. Aku berjanji akan menjaganya. Terima kasih, Tuhan.

Tanggal 29 November. Sejak itu, aku mengagungkan tanggal itu. Tanggal yang menurutku adalah tanggal keberuntungan. Aku benar-benar mencintaimu, sayang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar