Jumat, 03 Agustus 2012

Menanti Mentari Menyilaukan Rindu

Angin berwujud rindu berhembus tak tentu arah
menyeretku menuju masa lalu, mencampakkanku pada hari kemarin, saat kita masih saling menggenggam.

Lalu, bulir hujan menderas pada penderitaanku, membasahi bathinku, sesuka hati berjatuhan membawa kenangan.

Sampai saat, lengkung bianglala membentang
seakan menawarkan pelukan.

Sudahlah, aku hanya percaya pada terang.
Yang sungguhan terang. Bukan yang serupa terang.
Setia menanti mentari
menyilaukan rindu sampai ia memutuskan pergi.

Rabu, 01 Agustus 2012

Berhentilah Mengusik Pikiranku, Nona.

Dulu, aku setengah bagian badanmu:
Yang kau puja, kau peluk, dan kau muliakan bak seorang Pangeran
Cintamu, candaanmu: canduanku
Kapankah kau berhenti mengusik pikiranku, Nona?
Inikah caramu mendatangkan musim penghujan di bola mataku?

KEPADA (K)AMU

Kamar ini, tempat di mana kita mulai menjadi pendosa
Ingatkah kau, wahai nona malam pertama?
Kamar dengan jutaan berkas kenangan yang dulu sempat menjadi taman nirwana?
Ingin rasanya kumenikmatimu lagi dalam surga berdinding dosa ini

Hingga saat ini aku masih merindukan lidahmu
Entah mengapa, aku masih saja berharap
Ribuan kecup mesra yang selalu membuatku terkenang
Lihat aku, sayang, lihat!
Ini aku, yang dulu pernah menjadi indahmu
Sampahkah kini aku bagimu? Atau hanya seekor anjing yang sedang bersajak bodoh untukmu?
Ini aku:
Aku yang takkan berhenti menyayangimu, hingga Tuhan menutup usia-Nya

Demi Tuhan

Nona, ingatkah kau pada waktu itu?
Ketika awal berjumpa, mata kita saling bertatap tajam. Bagai dihampiri ribuan peri yang datang dengan ramah, menabur benih-benih cinta pada hatiku yang kelabu.
Membawa cahaya, menerangi hatiku yang hampir redup.

Ingatkah kau, di hari ketujuhbelas bulan Agustus lalu?
Saat aku mengetuk bilik hatimu, penuh asa untuk sekedar berteduh di situ.
Bahagia tak tertara, ketika kau berkata bahwa kau pun mencintaiku. Tak kusangka kau sambut perasaanku.
Semua terasa bagaikan mimpi. Sungguh!

Seiring berjalannya waktu, tak terasa 5 tahun sudah kita merajut cinta. Bersama menunggangi peraduan hati mengarungi lautan asmara.
Seiring berjalannya waktu pula, tak habis pikir kau masih mengizinkanku untuk jaga tulus hatimu.


"HAPPY ANNIVERSARY, BODOH!"
Begitulah ucapku padamu saat usia cinta kita semakin menua.


Sayang, keindahan itu kini telah memudar padam, seiring bayangmu yang kian menjauh. Hanya sisa kenangan ini saja yang terus kupuja tanpa ada batas kesudahannya.

Maaf jika kuukir luka baru yang sulit mengering, bahkan makin membusuk.
Bernanah, dan tak tahu kapan akan sembuh.
Maaf pula, Sayang, karena aku tak mampu menghadirkan ramuan itu; ramuan penghilang pilu luka hatimu.

Demi Tuhan, aku masih mencintaimu.

Berpasrah Pada Rindu

Terlarut aku pada sunyi ini, terjerat oleh rindu yang kian tak berujung memasung. Sulit terbebas, dari cekat yang kuat.

Tertegun sejenak kuingat senyummu. Seolah menawarkan rerayu cumbu. Bisakah kudapati sedikit energi agar mampu terlepas?

Kurasa tidak, terlalu sulit. Hanya mampu berpasrah pada rindu yang menenggelamkanku dalam jurangnya yang penuh luka.

Aku Ingin Sembuh Dari Bayang Tentangmu

Aku jenuh
dengan tingkah kenangan
yang tak penat
memaksaku kembali
memuja masa lalu


Aku butuh sesuatu.
Adakah pil penghilang nyeri
untuk mengobati ingatan?
Agar aku sembuh
dari bayang-bayang
tentangmu


Aku bosan.
Aku tak ingin terus
memelihara hati yang kusam
setelah cintaku kau rajam
tepat di dada sunyiku
kau tembus tikam

Kau jahanam!